Senin, 31 Oktober 2016

Griya Asri, Satu Destinasi Wisata Layak Dikunjungi di Kabupaten Ngawi

 sesuai kutipan asli dari https://indonesiatripnews.com/perjalanan-wisata/2016/10/2980/



JAKARTA, ITN- LINGKUNGAN yang asri, hidup nyaman dan aman merupakan dambaan setiap manusia; terutama manusia yang memasuki usia lanjut. Polusi udara, kebisingan, kemacetan arus lalu-lintas, dan rasa stres berkepanjangan di kota-kota besar;  kian mendorong manusia untuk mencari  kawasan yang asri dan nyaman. Pada akhir peKan atau hari-hari libur, tidak sedikit manusia yang harus “membeli” suasana pedesaan yang asri untuk menghilangkan kejenuhan sehari-hari  di perkotaan.
Hal itulah yang tampaknya menjadi pemikiran dan ide dari Drs H Suntoro Haryono, MM; kelahiran Ngawi, Jawa Timur untuk menjadikan lahan dan rumah peninggalan kedua orang tuanya Bapak Marto Haryono dan Ibu Isminah  untuk melahirkan “sesuatu” yang bisa dinikmati dan dirasakan oleh masyarakat banyak. Rumah tinggal yang dibangun kedua orang tuanya pada tahun 1921 di Desa Tempuran, Paron, Ngawi, Jawa Timur itu “disulap” menjadi tempat rekreasi yang asri, lestari, dan nyaman.
Tempuran adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur.  Nama Tempuran, menurut Wikipedia mungkin berasal dari kata “tempuk” dalam Bahasa Jawa yang berarti “bertemu”; karena memang di desa itu terdapat pertemuan dua aliran sungai.
Seperti halnya desa-desa di Ngawi,  Desa Tempuran  sebagian besar wilayah georafisnya adalah lahan pertanian. Karena itu suasana di rumah tinggal keluarga besar Bapak Marto Haryono dan Ibu Isminah masih memerlihatkan suasana pertanian, perkebunan, dan rumah adat Ngawi.
Dengan nama “Griya Asri”, suami dari Budi Nastiti ini setahap demi setahap mulai membangun  peninggalan orang tuanya . “Ya, bertahun-tahun saya membangunnya. Banyak kenangan indah yang saya rasakan bersama orangtua dan saudara-saudara saya di rumah itu, terutama  pada masa kecil. Karena itu saya ingin melestarikannya,” kata Suntoro Haryono menjawab pertanyaan indonesiatripnews.com di Jakarta, kemarin.
Niat yang baik untuk menggarap lahan seluas 9.000 m2 itu akhirnya melahirkan satu museum kampung. Rumah tersebut  terakhir direnovasi pada tahun 2010.
Griya Asri memiliki empat bangunan yaitu di bagian depan berupa pendopo, bagian tengah sebagai ruang keluarga, samping sebagai lumbung padi, dan di bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Di bagian lain dibuatlah kolam pemancingan, ruang museum mobil-mobil dan sepeda motor-sepeda motor  antik yang semuanya masih terawat dengan  baik, dan  ada dokar. Selain itu juga ada tempat penangkaran rusa totol (Axis axis), burung merak (Pavo Cristatus), dan kambing. Ada pula sawah dan lahan untuk berkebun.
Khusus untuk kolam pemancingan, Suntoro Haryono secara rutin menyelenggarakan lomba memancing dengan berbagai hadiah yang menarik. Pada saat lomba memancing itu puluhan orang yang datang dan pulang dengan hadiah-hadiah yang diraihnya dari hasil memancing ikan.
Menjawab pertanyaan indonesiatripnews.com, mengenai harapannya  jangka panjang, Suntoro mengatakan,  “Ya, harapannya Griya Asri bisa jadi tempat rekreasi bagi masyarakat. Karena itu, saya ingin di Griya Asri ini ada beberapa fasilitas yang bisa membuat masyarakat merasa nyaman dan aman. Di bagian belakang saya siapkan untuk jogging,” jelas bapak dari tiga anak ini.
Selain kolam pemancingan yang bisa dimanfaatkan untuk umum, di bagian bangunan Griya Asri juga terdapat taman bacaan bagi anak-anak. Dengan demikian Griya Asri selain sebagai tempat rekreasi  murah dan meriah, juga menjadi sarana edukasi bagi anak-anak.
Untuk jangka panjang alangkah pasnya jika  Griya Asri dilengkapi  rumah makan dan tempat resepsi pernikahan dengan konsep party garden, sehingga para pasangan pengantin tidak hanya menyelenggarakan resepsi pernikahannya di gedung-gedung yang terasa monoton.
Mengenai cita-citanya waktu kecil, Suntoro Haryono –bersama keluarganya yang tinggal di Jakarta– hanya tersenyum. “Saya dulu ingin jadi petani, seperti syair yang dinyanyikan Ebiet G Ade,” ucapnya sederhana.
                 Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil
                Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku
                Luas kebunku sehalaman ‘kan kutanami buah dan sayuran
                Dan di kandang belakang rumah kupelihara bermacam-macam peliharaan
                Aku pasti akan hidup tenang, jauh dari bising kota yang kering dan kejam
Syair dan bait lagu Ebiet G Ade itu yang mengantarkan sosok Drs H Suntoro, MM melahirkan Griya Asri di Ngawi. (ori)

Rabu, 26 Oktober 2016

Keluarga Besar Bapak Marto Haryono

Bapak Marto Haryono beristeri Isminah adalah Ayahanda dan Ibunda dari Suntoro Haryono, memiliki Putera dan Puteri 10 Orang dan Suntoro Haryono adalah Anak yang ke 9.

Bertempat tinggal di Griya Asri dibangun sejak 1921, terdapat banyak kenangan keluarga, berikut Foto Tempo Dulu keluarga Besar Bapak Marto Haryono


 Foto Ayahanda Marto Haryono dan Ibunda  Isminah

Foto Keluarga Tahun 1959, Suntoro Haryono kecil duduk bersebelahan dengan Ayanda 
(foto ke tiga dari kanan)

 
Foto Keluarga Tahun 1973, Suntoro Haryono (posisi berdiri ditengah menggunakan pakaian batik)


Foto Keluarga Tahun 1974, Suntoro Haryono bersama Ayah dan Ibunda serta Kakak Adik
(posisi berdiri  menggunakan kemeja putih ke 2 dari kiri)

Senin, 24 Oktober 2016

Halaman Belakang Griya Asri

Halamah Belakang Griya Asri, terdapat beberapa Kolam ikan dan area Joging, juga Penangkaran Rusa dan Burung Merak.

Area Joging dihalaman Belakang


 Area Pemancingan Kolam Ikan dihalaman Belakang
 



Area Penangkaran Rusa

Cita - Cita Anak Desa



Seperti halnya tersirat dalam Lirik Lagu Cita-Cita Anak Desa Ebit G Ade, bahwa Suntoro Haryono memiliki cita-cita yang sederhana, 
Atas kehendak Nya mendapat  yang lebih baik dari cita-cita yang diharapkan

Alir Mengalir, Mikul Duwur Mendem Jero Ulat Padang Tembung Manis

Dengan Sikap & Sifat yang sederhana dan  
memiliki prinsip seperti Air mengalir
berikut cita-cita anak Desa :

Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil
Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku
Luas kebunku sehalaman 'kan kutanami buah dan sayuran
Dan di kandang belakang rumah kupelihara bermacam-macam peliharaan
Aku pasti akan hidup tenang, jauh dari bising kota yang kering dan kejam

Aku akan turun berkebun mengerjakan sawah ladangku sendiri
dan menuai padi yang kuning bernas dengan istri dan anakku
Memang cita-citaku sederhana sebab aku terlahir dari desa
Istriku Budi Nastiti Muekodo dari Jombang

Siapa tahu nanti aku 'kan terpilih jadi Pegawai Negeri disambil dengan Bertani
Tapi Tuhan berkehendak lain
Bekerja di sebuah  Perusahaan Asuransi dibawah BUMN
Hingga mendapatkan Amanah Tanggung Jawab yang lebih besar
di Perusahaan Asuransi Terkemuka di Indonesia



'kan kubangkitkan semangat rakyatku dan kubangun desaku
Desaku pun pasti mengharap aku pulang
Akupun rindu membasahi bumi dengan keringatku
Tapi semua itu hanyalah tergantung padaNya jua
Tapi aku merasa bangga setidak-tidaknya ku punya cita-cita
Itulah cita -cita sederhana


Sabtu, 22 Oktober 2016

Pemilik Museum Griya Asri

Berfoto bersama Istri Tercinta Budi Nastiti Suntoro


Suntoro Haryono Pemilik Museum Griya Asri sedang berfoto di Halaman depan Museum Griya Asri


Suntoro Haryono Pemilik Museum Griya Asri sedang berfoto di bale-bale Museum Griya Asri

Jumat, 21 Oktober 2016

Museum Griya Asri

Griya Asri merupakan rumah tinggal keluarga Besar Suntoro Haryono yang dibangun sejak 1921 yang saat dilestarikan untuk menjadi Museum Rumah Kampung, Motor dan Mobil Antik dan Rumah Khas Jawa.

Rumah Adat Jawa yang sangat kental terjaga dengan baik.
Luas Tanah 9000 M2 terdiri dari 4 Bangunan Induk :

1. Rumah Depan Berupa Pendopo
2. Rumah Tengah Menjadi Ruang Keluarga
3. Rumah Samping / Lumbung Padi
4. Rumah Belakang / Rumah Tinggal
 




Desa Tempuran



Desa Tempuran, Paron,Ngawi, sebuah desa yg berada di sebelah selatan  Ngawi yang merupakan penghubung 
kota Ngawi menuju kota Madiun.


Batas-batas Desa Tempuran :
Sebelah Utara Desa Desa Dawu Kec. Paron, Sebelah SelatanDesa Geneng Kec. Geneng, Sebelah Barat Desa Semen Kec. Paron, dan Sebelah Timur Desa Kersikan Kec. Geneng.

Luas Wilayah Desa Tempuran :
Sawah Irigasi                                                :  571,387 Ha
Sawah setengah Teknis                              :    90,830 Ha
Sawah Tadah Hujan                                     :    79,055 Ha
Tanah Darat                                                  :   354,995 Ha
Tanah Lapangan                                          :      0,935 Ha
Tanah Kuburan                                             :      5,935 Ha
Saluran,Irigasi,jala, dan Sungai                  :   55,494,065
Desa Tempuran mempunyai   7 Dusun     :
1. Dusun Bulakan
2. Dusun Tempuran
3. Dusun Munggur
4. Dusun Tempurejo
5. Dusun Melikan
6. Dusun Bendo


Kabupaten Ngawi Jawa Timur

Kabupaten Ngawi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa TimurIndonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Ngawi. Kabupaten ini terletak di bagian barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan ProvinsiJawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten GroboganKabupaten Blora (keduanya termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan, serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat.




Kata Ngawi berasal dari kata awibahasa Sanskerta yang berarti bambu dan mendapat imbuhan kata ngsehingga menjadi Ngawi. Dulu Ngawi banyak terdapat pohon bambu. Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain yang banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang di kaitkan dengan nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi menunjukkan suatu tempat yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak ditumbuhi bambu.[3] Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.

Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa lahan sawah. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19 kecamatan dan 217 desa, di mana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Pada tahun 2004 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) wilayah Kabupaten Ngawi terbagi ke dalam 19 kecamatan, namun karena prasaranan administrasi di kedua kecamatan baru belum terbentuk maka dalam publikasi ini masih menggunakan Perda yang lama.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7°21’ - 7°31’ Lintang Selatan dan 110°10’ - 111°40’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu SineNgrambeJogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten GroboganKabupaten Blora (keduanya termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro di utara,Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan, serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat. Bagian utara merupakan perbukitan, bagian dari Pegunungan Kendeng. Bagian barat daya adalah kawasan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Lawu.[4]
sumber :